ARTIKEL
EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
Mata Kulia : Pengembangan Sistem Evaluasi PAI
Dosen pengampuh : Ibu Retno Susilowati
Disusun
Oleh :
ZULIHATI
112837
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
STAIN
2013
A. Pendahuluan
Selama ini belum diperoleh hasil penelitian yang
komprehensif tentang hasil pembelajaran pendidikan agama Islam pada sekolah,
mulai tingkat SD, SMP dan SMA. Berbagai penelitian yang menyangkut tentang
pendidikan agama di sekolah pernah dilakukan oleh beberapa kalangan, tetapi
sifatnya parsial. Misalnya, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, telah
beberapa kali melakukan penelitian tentang pendidikan agama di sekolah:
penelitian tentang kompetensi Guru PAI tingkat di beberapa propinsi, penelitian
tentang kesiapan GPAI dalam pelaksanaan KBK di SMA dan penelitian tentang
keberagamaan siswa SMU.
Namun bisa diduga, bahwa hasil pembelajaran PAI pada sekolah
adalah sangat bervariasi, mulai dari hasil pembelajaran yang kurang berkualitas
hingga yang sangat bermutu. Pembelajaran yang dikembangkan selama ini adalah
selalu menempatkan guru sebagai pusat belajar sehingga target pembelajaran
adalah ilmu pengetahuan sebagai pemberian guru kepada siswa (transfer of
knowledge) yang berbentuk penguasaan bahan dan selalu berorientasi pada
nilai yang tertuang dalam bentuk angka-angka. Dengan demikian dominasi guru
akan menghancurkan kreativitas, kemandirian serta orisinalitas siswa. Di
samping itu penyampaian pembelajaran lebih bersifat teks normatif. Pendidikan
religiusitas atau keberagamaan yang seharusnya terbentuk melalui pendidikan
agama terabaikan atau gagal diwujudkan.
Materi pendidikan agama Islam yang disajikan di sekolah
masih banyak terjadi pengulangan-pengulangan dengan tingkat sebelumnya.
Disamping itu, materi pendidikan agama Islam dipelajari tersendiri dan lepas
kaitannya dengan bidang-bidang studi lainnya, sehingga mata pelajaran agama
Islam tidak diterima sebagai sesuatu yang hidup dan responsif dengan kebutuhan
siswa dan tantangan perubahan. Bahkan kehadiran pelajaran pendidimkan
agama Islam dapat dipastikan akan membosankan dan kurang menantang.
Metodologi pembelajaran agama Islam di sekolah disampaikan
sebagian guru secara statis-indoktrinatif-doktriner dengan fokus utama kognitif
yang sibuk mengajarkan pengetahuan dan peraturan agama, akan tetapi bagaimana
menjadi manusia yang baik: penuh kasih sayang, menghormati sesama, peduli pada
lingkungan, membenci kemunafikan dan kebohongan dan sebagainya justru luput
dari perhatian.
Romo Mangunwijaya dengan nada menggugat ia berucap,
pelaksanaan pendidikan agama saat ini mempunyai masalah-masalah yang sangat
kompleks tapi sayangnya tidak semua educator agama benar-benar sadar
akan persoalan ini. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pola pendidikan kita saat
ini masih mementingkan huruf dari pada ruh, lebih mendahulukan tafsiran harfiah
di atas cinta kasih.
Dari ungkapan-ungkapan sebagaimana terurai di atas, dapat
dimengerti bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam sekolah menghadapi sejumlah
permasalahan yang mendesak untuk dipecahkan. Jika tidak, dikhawatirkan justru
misi utama yang hendak diemban oleh pendidikan agama Islam malah tidak atau
kurang mencapai sasaran. Evaluasi atau penilaian adalah proses yang dilakukan
oleh guru untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan hasil kegiatan belajar
siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses penilaian harus
didasarkan atas suatu selang waktu, bukan sesaat saja. Ini berarti bahwa
evaluasi merupakan kumpulan dari sederetan pengukuran yang dilakukan
berkali-kali dengan suatu tujuan tertentu. Hasil belajar anak yang diperoleh
melalui evaluasi itu tidak hanya sekedar untuk diketahui dan dipahami guru,
tetapi yang lebih penting ialah agar dapat digunakan untuk tujuan tertentu
seperti kenaikan kelas, meluluskan murid dan sebagainya.
Sering pengertian evaluasi (penilaian) dikaburkan dengan
pengertian measurement (pengukuran). Pengukuran adalah pekerjaan
membandingkan suatu hasil belajar murid dengan ukuran yang sudah ditentukan,
yang disebut standar evaluasi. Agar lebih jelas beda antara pengukuran dan
penilaian, maka berikut diberikan contoh: seorang penjahit melakukan pengukuran
terhadap seseorang, ia mengukur panjang lengan, panjang badan, lingkar dada, lingkar
pinggang dan sebagainya. Penjahit tersebut berarti melakukan pengukuran.
Apabila kemudian tukang jahit menyatakan bahwa seseorang yang pesan pakaian itu
gemuk, langsing, mempunyai ukuran badan yang ideal, maka penjahit itu
mengadakan penilaian terhadap orang yang memesan pakaian tadi.
Evaluasi dapat dilakukan dengan cara kuantitatif maupun
kualitatf. Dengan cara kuantitatif, berarti data yang dihasilkan berbentuk
angka atau skor. Sedangkan cara kualitatif berarti informasi hasil test
berbentuk pernyataan-pernyataan verbal seperti kurang, sedang, baik dan
sebagainya. Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, dapat digunakan dua jenis
teknik yaitu teknik tes dan non test. Teknik test biasanya digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai aspek kemampuan, dimana kita mengenal misalnya test
hasil belajar, test inteligensi, test bakat khusus, dan sebagainya. Sedangkan
teknik non test biasanya digunakan untuk menilai aspek kepribadian yang lain
misalnya minat, pendapat, kecenderungan dan lain-lain, dimana digunakan
wawancara, angket, observasi, dan sebagainya.
Pada makalah ini pembahasan lebih difokuskan pada evaluasi
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah serta
problematikanya. Oleh karenanya dalam makalah ini akan dibahas tentang
pengertian evaluasi, tujuan dan fungsi evaluasi, cara dan teknik evaluasi, dan
kesulitan-kesulitan evaluasi.
B. Pembahasan
1. Pengertian Evaluasi
Menurut Ralph Tayler evaluasi adalah proses yang menentukan
sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai. Sedangkan Cronbach, Stufflebeam dan
Alkin mengartikan evaluasi dengan menyediakan informasi untuk membuat
keputusan. Pendapat lain dikemukakan oleh Malcolm dan Provus mendefinisikan
evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan standar untuk mengetahui apakah
ada selisih. Ada juga yang mengemukakan bahwa evaluasi adalah penelitian yang
sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek.
Melihat dari uraian di atas maka dapat diketahui adanya
perbedaan pendapat diantara para ahli tentang definisi dari evaluasi. Namun
demikian secara garis besar masih ada titik temunya. Berkaitan dengan
evaluasi dalam pembelajaran pendidikan agama islam maka yang dimaksudkan adalah
ingin mengetahahui, memahami dan menggunakan hasil kegiatan belajar siswa dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Adapun tujuan dan fungsi hasil-hasil evaluasi pada
dasarnya dapat digolongkan menjadi empat kategori:
a. Untuk memberikan umpan balik (feedback)
kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
b. Untuk menentukan angka/hasil belajar
masing-masing murid yang antara lain diperlukan untuk penentuan kenaikan
kelas dan penentuan lulus tidaknya murid.
c. Untuk menempatkan murid dalam situasi
belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (karakteristik)
lainnya yang dimiliki murid.
d. Untuk mengenal latar belakang (psikologi,
fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang
hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan
tersebut.
Pelaksanaan fungsi pertama dan kedua terutama menjadi
tanggung jawab guru sedangkan pelaksanaan fungsi ketiga dan keempat lebih
merupakan tanggung jawab bimbingan dan penyuluhan. Sehubungan dengan keempat
fungsi yang dikemukakan di atas, evaluasi hasil belajar dapat digolongkan
menjadi empat jenis, yaitu:
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan memberikan umpan
balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
melaksanakan pelayanan khusus bagi murid/siswa. Evaluasi ini jarang
dipraktekkan oleh guru-guru di sekolah sebagaiman yang seharusnya.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi
yang dlaksanakan untuk keperluan memberikan angka kemajuan belajar murid/siswa
yang sekaligus dapat digunakan untuk pemberian laporan kepada orang tua, penentuan
lenaikan kelas, dan sebagainya.
c. Evaluasi Penempatan
Evaluasi
penempatan adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan penempatan
murid/siswa pada situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat
kemampuan lainnya yang dimilikinyaa.
d. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi
diagnostik adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan latar belakang
(psikologi, fisik, lingkungan) dari murid/ siswa yang mengalami
kesulitan-kesulitan dalam belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar
dalam memecahkan kesuliatan –kesuliatan tersebut. Evaluasi jenis ini erat
hubungannya dengan kegiatan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.]
Ada
dua jenis pendekatan dasar dalam evaluasi :
a) Pendekatan yang bersumber pada norma (norma
referenced).
Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini menghasilkan indeks
yang relatif tentang kemampuan hasil belajar yang dicapai murid/siswa.
Dikatakan relatif, karena hasil evaluasi di sini menggambarkan kemampuan
seorang murid/siswa dibandingkan teman-temannya yang lain dalam kelas yang sama
(kelompok). Dengan pendekatan ini, test disusun untuk dapat membedakan
siswa yang satu dengan siswa-siswa yang lain dalam hal penguasaan mereka
terhadap bahan pelajaran. Penyusuna soal didasarkan atas isi bahan pelajaran dengan
memperhitungkan perbandingan antara soal-soalyang mudah, sedang dan sukar, agar
dapat membedakan siswa yang satu dari siswa an lain. Evaluasi sumatif pada
umumnya menggunakan pendekatan norma referenced ini. Pendekatan ini
lebih tepat diterapkan didalam evaluasi untuk keperluan pemberian angka,
kenaikan kelas, ataupun seleksi.
b) Pendekatan bersumber pada kriteria (criterien
referenced).
Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini menghasilkan indeks
yang mutlak tentang kemampuan hasil belajar siswa. Dengan mutlak disini
dimaksudkan bahwa evaluasi ini dapat memberikan informasi tentang apakah
seorang siswa telah menguasai tujuan-tujuan instruksional yang diinginkan atau
belum, terlepas dari hasil yang dicapai oleh temen-temannya yang lain. Karena
itu alat evaluasi hendaknya disusun sedemikian rupa sehinnga hasilnya dapat
ditafsirkan dalam hubungan standar atau kriteria tertentu. Dengan pendekatan
ini, test disusun untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai tujuan
instruksional tertentu, bukan untuk membedakan antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain. Evaluasi formatif pada umumnya menggunakan pendekatan criterien
referenced ini. Pendekatan ini cocok untuk diterapkan di dalam
evaluasi untuk keperluan menilai efektifitas program pengajaran yang diberikan
dan menilai sejauh mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan di dalam
suatu program tertentu yang merupakan persyaratan untuk mengikuti program
selanjutnya.
Sementara itu Ramayulis berpendapat bahwa, sebagai salah
satu komponen penting dalam pelaksanaan pendidikan Islam, evaluasi berfungsi
untuk:
a) Mengetahui tingkat kepahaman anak didik
terhadap mata pelajaran yang disampaikan.
b) Mendorong kompetisi yang sehat antar peserta
didik.
c) Mengetahui perkembangan anak didik
setelah mengikuti proses belajar mengajar.
d) Mengetahui akurat tidaknya guru dalam memilih
bahan, metode dan berbagai penyesuaian dalam kelas.
Tidak jauh berbeda dengan Ramayulis, Armai Arief menyebutkan
beberapa fungsi evaluasi pendidikan islam sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui sejauhmana efektivitas
cara belajar mengajar yang telah dilakukan, khususnya yang berkenaan dengan
anak didik.
b) Untuk mengetahui prestasi belajar siswa guna
mengambil keputusan apakah materi pelajaran bisa dilanjutkan atau tidak.
c) Untuk mengumpulkan informasi tentang
taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh oleh anak didik dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan Islam.
d) Sebagai bahan laporan kepada wali murid
tentang hasil belajar siswa yang bersangkutan, baik berupa buku raport, piagam,
sertifikat, ijazah dan lain-lain.
e) Untuk membandingkan hasil pembelajaran
yang diperoleh sebelumnya dengan hasil pembelajaran yang dilakukan sesudah itu,
guna meningkatkan pendidikan.
Dari uraian tentang fungsi evaluasi tersebut di atas, tampak
bahwa evaluasi pendidikan hanya berjalan satu arah, yakni yang di evaluasi
hanya elemen siswa saja. Karena masalah cultural, kata Abdurrahman Mas’ud, anak
didik tidak memperoleh kesempatan untuk memberi umpan balik kepada sekolah
mengenai gurunya, apalagi mengevaluasi guru tersebut.
3. Prosedur Evaluasi
Dalam evaluasi hasil belajar pertimbangan utama yang harus
dilakukan ialah menentukan apa yang akan diukur. Kemudian menganalisis dengan
cepat tujuan yang akan dicapai dalam penilaian tersebut. Akhirnya ditentukan
pula cara penafsiran hasil penilaian yang guru akan memperoleh hasil seperti
yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut untuk melakukan penilaian hasil
belajar, maka harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a. Langkah persiapan yang terdiri dari dua
jenis yaitu:
1) Langkah persiapan umum yang harus dilakukan
pada tahap awal penyelenggaraan penilaian misalnya guru harus menetapkan lebih
dahulu alat yang digunakan dan criteria yang dijadikan pedoman penilaian.
2) Langkah persiapan khusus yaitu langkah yang
harus dilaksanakan pada saat akan melakukan suatu langkah penilaian tertentu
misalnya membuat alat penilaian dan menetapkan cara pencatatannya.
b. Langkah verifikasi program/rencana yang
telah dibuat. Pada langkah ini guru mengklasifikasikan rencana yang disusun
menjadi dua katagori yaitu rencana yang baik/memadai dan rencana yang kurang
baik. Untuk menilai ini diperlukan berbagai pertimbangan berdasarkan akal sehat
dan cara berpikir logis. Disamping itu obyektivitas penilaian juga perlu
ditekankan dalam menilai rencana.
c. Langkah pelaksanaan,yaitu langkah
menerapkan rencana/program yang dibuat pada langkah persiapan. Pada langkah
pelaksanaan ini yang harus diperhatikan ialah hal-hal yang berkaitan dengan
jenis informasi/data yang dikumpulkan, cara pengumpulan dan alat yang digunakan
untuk memperoleh informasi.
d. Langkah penafsiran, yaitu langkah member
makna atau arti terhadap informasi yang diperoleh. Agar tidak terjadi over
estimated atau under estimated perlu berhati-hati dalam membuat
rincian kriteria/norma.
Senada dengan rincian tersebut Edwin Wundt dan Gerald W.
Brown menyatakan bahwa langkah-langkah dalam prosedur penilaian hasil belajar
harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Apakah telah dimengerti benar tentang tujuan
yang ingin dicapai?
2) Dalam hal apa keadaan itu telah dipahami
sebagai keterangan/bukti?
3) Bagaimana memperoleh bukti laporan atau
keterangan yang meyakinkan?
4) Bagaimana menaksir
keterangan-keterangan/bukti-bukti atau apakah bukti tersebut meyakinkan?
Sebenarnya dengan mempertimbangkan dua jenis pertimbangan
tersebut (butir satu dan dua) sudah cukup lengkap sebagai prosedur penilaian.
Oleh karena itu dalam melakukan penilaian hasil belajar, guru perlu dan harus
mempertimbangkan terlebih dahulu tujuan melakukan penilaian dan pemahaman guru
terhadap program yang akan dilakukan.
4. Cara dan Teknik Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dengan cara kuantitatif maupun
kualitatf. Dengan cara kuantitatif, berarti data yang dihasilkan berbentuk
angka atau skor. Sedangkan cara kualitatif berarti informasi hasil test
berbentuk pernyataan-pernyataan verbal seperti kurang, sedang, baik dan
sebagainya.
Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, dapat digunakan dua
jenis teknik yaitu teknik tes dan non test. Teknik test biasanya digunakan
unutk mengumpulkan data mengenai aspek kemampuan, dimana kita mengenal misalnya
test hasil belajar, test inteligensi, test bakat khusus, dan sebagainya.
Sedangkan teknik non test biasanya digunakan untuk menilai aspek kepribadian
yang lain misalnya minat, pendapat, kecenderungan dan lain-lain, dimana
digunakan wawancara, angket, observasi, dan sebagainya. Sedangkan teknik test
(evaluasi) antara lain : a) Jenis test yang terdiri dari tiga yaitu; test
tertulis , test lisan dan test perbuatan, b) Bentuk soal test terdiri dari;
bentuk uraian dan obyektif.
5. Kesulitan-kesulitan dalam evaluasi.
Evaluasi diperlukan untuk mengadakan perbaikan. Untuk itu
diperlukan keterangan tentang baik buruknya mutu pengajaran. Tanpa evaluasi,
perbaikan tidak mungkin. Karena itu setiap orang atau instansi yang bertanggung
jawab atas usaha pendidikan wajib mengadakan evaluasi, antara lain guru
sendiri, kepala sekolah, dan seterusnya termasuk lembaga-lembaga terkait.
Mengadakan evaluasi banyak mengandung kesulitan. Sebagai
guru kita harus mengevaluasi kegiatan mengajar kita. Menilai dan mengeritik
diri sendiri merupakan sikap obyektif, kerendahan hati dan keterbukaan untuk
melihat dan mengakui kesalahan sendiri agar ada usaha untuk mencari cara-cara
yang lain yang mungkin lebih berhasil.
Selama ini evaluasi yang dilakukan kadang-kadang hanya
sampai pada domain kognitif saja, dan itupun lebih berorientasi pada sejauh
mana siswa mampu mengingat atau menghafal sejumlah materi yang telah
disampaikan olh guru, sedangkan domain afektif, apalagi psikomotorik lepas dari
proses evaluasi. Ini berarti bahwa proses belajar mengajar hanya mengejar
penumpukan materi dan informasi. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan model bank
education atau pendidikan gaya bank.
Evaluasi tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi jika
pelaksanaannya benar-benar disesuaikan dengan prinsip-prinsip evaluasi. Menurut
Muhaimin,dkk, dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan islam perlu dipegang
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Agar evaluasi pendidikan sesuai dan
dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka evaluasi harus mengacu pada tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya.
b. Evaluasi harus obyektif, dalam artievaluasi
itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, berdasarkan fakta dan data yang ada
tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektifitas dari evaluator.
c. Evaluasi dilakukan secara komprehensif.
Maksudnya evaluasi evaluasi dilakukan secara menyeluruh, meliputi berbagai
domain pendidikan yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik
d. Evaluasi dilakukan secara continue. Apabila
pendidikan Islam dipandang sebagai sebuah proses untuk mencapai
tujuan-tujua tertentu, maka evaluasi pendidikannya harus dilakukan secara
continue (terus-menerus), dengan memperhatikan prinsip pertama, kedua dan
ketiga.
Tentu saja evaluasi memerlukan biaya, waktu, dan tenaga, apa
lagi ruang lingkup yang akan dinilai itu luas. Kelemahan dalam evaluasi juga
dapat disebabkan sulitnya penilaian itu sendiri. Apalagi evaluasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran PAI yang semestinya ketiga ranah pembelajaran yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor memerlukan evalauasi secara menyeluruh (integrated).
C. Penutup
Dari pemaparan tentang evaluasi pembelajaran pendidikan
agama Islam di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan
evaluasi pembelajaran PAI di sekolah harus memperhatikan tata cara, teknik,
prinsip-prinsip serta tujuan dari dilaksanakannya evaluasi pembelajaran tersebut.
Dengan demikian apabila seluruh aspek yang ada dalam evaluasi pembelajaran itu
diperhatikan dengan baik maka keberhasilan guru maupun siswa dalam proses
belajar tersebut akan biasa dijadikan sebagai acuan untuk perbaikan
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mas’ud,
Abdurrahman, Antologi Studi Agama dan Pendidikan Islam, Semarang:
Aneka Ilmu, 2004.
Muhaimin,
at-al, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Karya Abdi Tama, tt.
Ramayulis,
Metodologi Pengajara Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
Saleh,
Abdul Rachman, Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Misi dan aksi
Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000.
Tantowi,
H. Ahmad, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 2008.
Tayibnapis,
Farida Yusuf, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
Udin
S Winataputra, at-al, Belajar dan Pembelajaran, Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, 1994.